Pada
umumnya intelegensi anak tunarungu secara potensial sama dengan anak normal,
tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan
berbahasa, keterbatasan informasi dan daya abstraksi anak.
Perkembangan kognitif anak
dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, sehingga perkembangan bahasa akan
mempengaruhi intelegensi anak. Akibat tunarungu menghambat proses pencapaian
pengetahuan yang lebih luas. Dengan demikian
perkembangan intelegensi anak tunarungu secara fungsional terhambat.
Pemberian bimbingan yang teratur terutama dalam kecakapan
berbahasa akan membantu perkembangan intelejensi anak tunarungu. Aspek
intelegensi yang terhambat perkembangannya adalah yang bersifat verbal, misalnya merumuskan pengertian menghubungkan,
menarik kesimpulan dan meramalkan kejadian.
Aspek intelegensi yang
bersumber dari penglihatan dan motorik tidak mengalami hambatan namun justru
berkembang lebih cepat. Cruickshanks
yang dikutip oleh Yuke
R Siregar (1986:6) mengemukakan bahwa ank tunarungu sering
memperlihatkan keterlambatan dalam belajar, tidak hanya disebabkan oleh derajat
gangguan pendengaran tapi juga pada potensi kecerdasan, rangsangan mental,
serta dorongan dari luar yang memberikan kesempatan bagi anak.
Pendapat Fruth yang dikutip oleh Sri
moerdiani (1987) mengemukakan bahwa anak tunarungu menunjukkan
bahwa kelemahan dalam memahami konsep berlawanan. Sedangkan konsep berlawanan
itu tergantung pada bahasa, misalnya panas-dingin.
[Recha Try Wahyu | Special Education 2010 | State University Of Surabaya]