Pekan Swadesi dan Batik Tulis, Wujud Nasionalisme
Yang lagi hits saat ini, yuups… di
Surabaya sendiri diperingati dengan
himbauan bagi paa instansi pemerintahan maupun
untuk memakai batik dari tgl 11 –Mei hingga 18 Mei 2016, Tak terkecuali di
tempat kami, bagi guru dan karyawan SDN Dukuh Kupang III 490 Surabaya. Namun
apa sih arti swadesi itu sendiri?
Swadesi berasal dari bahasa
sansekerta, dari kata ‘Swa’ yang berarti ‘sendiri’ dan ‘Desh’ yang berarti ‘Negara’,
jadi bisa dimaknai dengan ‘Negara Sendiri, Negara Yang Mandiri’. Secara luas
dapat diartikan sebagai kecintaan terhadap negeri atau perasaan bangga terhadap
Negara sendiri (Nasionalisme) Hal ini salah satunya diwujudkan dengan
kebanggaan terhadap produk dalam negeri.
Yups, siapa yang tak kenal batik,
kerajinan khas yang satu ini menjadi salah satu kebanggaan tersendiri bagi
bangsa Indonesia, proses unik dan panjang yang dilakukan untuk mendapatkan
sehelai kain batik serta hasil kain yang indah dan berkualitas tinggipun
menjadi nilai estetis tersendiri dari batik. Menjadikan batik menjadi kekayaan asli
yang berasal dari Indonesia, hanya dari Indonesia dan telah diakui dunia. Tak
heran jika batik menjadi salah satu bentuk indicator dan wujud produk asli
dalam negeri.
Dan disini kami, barisan para pecinta anak
negeri, bangga memakai produk dalam negeri dan bahagia bisa belajar serta berbagi
ilmu tentang kekayaan asli Indonesia ini. Selayang, teringat saat pertama kali mengajar
praktik batik tulis untuk siswa kelas 6. Bersama mereka menikmati proses
belajar – mengajar, belajar tentang kesabaran dan keuletan dari membatik, dan belajar
tentang ke’telaten’an menghadapi pertanyaan dan tingkah (nakal) nan kreatif
kalian di sela sela menanti proses.
Yeah, membatik memang butuh proses panjang, mulai dari membuat desain batik, lalu melukisnya dengan (lilin) malam menggunakan canting mengikuti pola untuk bagian halus dan dengan kuas untuk bagian berukuran lebar, lalu ke tahan pewarnaan dan pengeringan, lalu kembali melakukan proses tersebut secara berulang sesuai dengan banyaknya warna dan kompleksitas motif. Proses selanjutnya yaitu ‘nglorot’ dan pencucian, lalu terakhir penilaian terhadap hasil kerja mereka.
Yeah, membatik memang butuh proses panjang, mulai dari membuat desain batik, lalu melukisnya dengan (lilin) malam menggunakan canting mengikuti pola untuk bagian halus dan dengan kuas untuk bagian berukuran lebar, lalu ke tahan pewarnaan dan pengeringan, lalu kembali melakukan proses tersebut secara berulang sesuai dengan banyaknya warna dan kompleksitas motif. Proses selanjutnya yaitu ‘nglorot’ dan pencucian, lalu terakhir penilaian terhadap hasil kerja mereka.
Tadaaaa… Hasilnyaa… tidak ada karya bagus dan jelek disini,
semua memiliki nilai estetis tersendiri, semua proses berharga dan patut dihargai. “Membatik itu menyenangkan dan penuh
kejutan” Kejutan dari warna yang dihasilkan setelah proses berlangsung.
Yeah, sebagai warga Indonesia sudah tentunya kita mencintai
dan menjaga kelestarian produk produk asli dalam negeri. Iyaa, kita… kalau
bukan kita yang menularkan budaya cinta negeri dan menanamkan nilai nilai
nasionalisme pada generasi penerus kita, lalu siapa lagi?? Bukan kami, bukan
juga para guru yang mengajar, tapi kita... iya kita semua. Hakikat ‘Swadesi’
untuk meningkatkan kecintaan pada negeri, so… Mari menjaga budaya negeri dan
meningkatkan kecintaan terhadap Indonesia kita, dimulai dari mengakui,
mencintai dan menggunakan produk produk dalam negeri. Selamat berPEKAN SWADESI…
"Selamat Berpekan Swadesi"
(dari Kakak Guru) :D
PROSES MEMBATIK KELAS 6
(Tidak Semua Proses Terdokumentasi)
(Tidak Semua Proses Terdokumentasi)
Proses Pewarnaan setelah Proses Mencanting
Keterbatasan lahan tak mengurangi akal dan semangat mereka, pengeringan tahap II
Proses penguncian warna, perhatikan bu guru ya naak... :D
Lagi lagi, keterbatasan tak kan menghalangi semangat kami. Tak ada jemuran, kursipun jadi :D
**Bolehlah sekali kali narsis** :D
Tadaaaa.... Alhamdulillah selesai
"Membatik itu Menyenangkan"