Posisi Berjamaah Dengan 1 Ma’mum
Secara
umum jelas kita mengetahui bahwa posisi ma’mum saat sholat berjamaah adalah di
belakang imam, lalu bagaiman posisi ma’mum jika hanya 1 orang? Jika ma’mum
hanya seorang maka posisi shafnya berada di sebelah kanan imam. Lalu bagaimana
dengan pendapat yang mengatakan bahwa posisinya di sebelah kanan dan agak ke
belakang?? pendapat tersebut tidak salah. Berikut penjelasannya.
“Ketika Ibn ‘Abbas ra sendirian
datang berma’mum sholat malam di sebelah kiri Nabi SAW, maka Ibn ‘Abbas ditarik
oleh Nabi SAW untuk diposisikan di sebelah kanan Nabi SAW” (Muttafaqun Alayh)
Umumnya
riwayat tersebut tidak menyebutkan sejajar, namun ada 1 riwayat, Ibn Abbas
bahwa ketika ia berdiri di belakang, tangannya ditarik oleh Nabi SAW dan
menjadikannya sejajar/berjajar dengan Nabi SAW. Lalu Ibn Abbas agak mundur
sedikit karena merasa tidak layak berjajar dengan Nabi SAW, kemudian setelah
dikonfirmasi, Nabipun mendoakannya mudah mudahan Allah menambahkan ilmu dan
pemahaman kepadanya (HSGR. Ahmad, Al-bayhaqi & Hakim)
Umar juga
pernah menarik Abdulloh bin Utbah bin Mas’ud untuk berdiri sejajar di kanannya
(HR. Malik 1/154:360) demikian pula dengan Ibn Umar kepada Nafi’ (HR Malik
1/134 : 302). Berdasarkan hadist Nabi SAW dan atsar para Sahabat di atas,
mayoritas ulama seperti Hanabilah, Malikiyah dan Ulama Sekarang : Al Albani,
Ibn Utsaymin, Abdullah Alfaqih dan Abdulloh bin Jibrin berpendapat bahwa posisi
ma’mum seorang berada di kanan sejajar dengan imam karena tak satupun dalil
yang menuntunkan untuk mundur sedikit.
Adapun sebagian Syafiiyah dan Hanafiyah berpendapat
bahwa ma’mum disunnahkan untuk mundur sedikit sekedar untuk membedakan antara
imam dengan ma’mum. Meskipun tidak ada penjelasan dalilnya, adapun yang
menjadi alasan pendapat yang demikian adalah :
Pertama, keumuman hadist tentang posisi dasar ma’mum berada di
belakang imam, meskipun tetap harus berjajar di sebelah kanan imam. Jika
sejajar persis, dikhawatirkan posisi ma’mum yang punya kaki dan telapak kaki
lebih panjang dari imam akan memposisikan ma’mum berada di depan imam, dan
tentu ini dilarang.
Kedua, dalam Hadist Riwayat Ahmad tentang Ibn Abbas di atas,
Rasululloh hanya menanyakan kenapa Ibn Abbas tidak berjajar dengan beliau, lalu
Rosululloh mendoakannya tanpa melarangnya.
Ketiga, jika ma’mum sejajar, maka ma’mum berikutnya yang datang
menyusul tidak bisa mengetahui apakah mereka sholat berjamaah atau sendiri
sehingga jamaah masbuq yang datang menyusul tersebut bisa jadi berma’mum pada
orang yang sedang berma’mum.
Dari sinilah bisa dipahami kenapa
sebagian besar jamaah memilih pendapat yang kedua yakni mundur sedikit sekedar
untuk membedakan antara imam dengan ma’mum tanpa menghilangkan makna berjajar
di samping kanan imam, meskipun pendapat pertama memiliki dalil yang lebih kuat
dan jelas. Sebagai makhluk sosial yang beragama dan bertoleransi, sebaiknya
kita lebih memahami dan menghargai perbedaan yang terjadi, justru hal tersebut
sebagai motivasi dan penguat kita dalam menambah khasanah pengetahuan tentang
Islam. Wallahu a’lam. Semoga Allah
senantiasa menjaga kita dan menambah ilmu serta pemahaman kita semua. (Recha Try.red)
Sumber : H. Syakir Jamaluddin
M.A/Addakwah
0 Comment:
Posting Komentar