03/04/16

Posisi Berjamaah Dengan 1 Ma’mum



Posisi Berjamaah Dengan 1 Ma’mum
           
            Secara umum jelas kita mengetahui bahwa posisi ma’mum saat sholat berjamaah adalah di belakang imam, lalu bagaiman posisi ma’mum jika hanya 1 orang? Jika ma’mum hanya seorang maka posisi shafnya berada di sebelah kanan imam. Lalu bagaimana dengan pendapat yang mengatakan bahwa posisinya di sebelah kanan dan agak ke belakang?? pendapat tersebut tidak salah. Berikut penjelasannya.
“Ketika Ibn ‘Abbas ra sendirian datang berma’mum sholat malam di sebelah kiri Nabi SAW, maka Ibn ‘Abbas ditarik oleh Nabi SAW untuk diposisikan di sebelah kanan Nabi SAW” (Muttafaqun Alayh)

Umumnya riwayat tersebut tidak menyebutkan sejajar, namun ada 1 riwayat, Ibn Abbas bahwa ketika ia berdiri di belakang, tangannya ditarik oleh Nabi SAW dan menjadikannya sejajar/berjajar dengan Nabi SAW. Lalu Ibn Abbas agak mundur sedikit karena merasa tidak layak berjajar dengan Nabi SAW, kemudian setelah dikonfirmasi, Nabipun mendoakannya mudah mudahan Allah menambahkan ilmu dan pemahaman kepadanya (HSGR. Ahmad, Al-bayhaqi & Hakim)

Umar juga pernah menarik Abdulloh bin Utbah bin Mas’ud untuk berdiri sejajar di kanannya (HR. Malik 1/154:360) demikian pula dengan Ibn Umar kepada Nafi’ (HR Malik 1/134 : 302). Berdasarkan hadist Nabi SAW dan atsar para Sahabat di atas, mayoritas ulama seperti Hanabilah, Malikiyah dan Ulama Sekarang : Al Albani, Ibn Utsaymin, Abdullah Alfaqih dan Abdulloh bin Jibrin berpendapat bahwa posisi ma’mum seorang berada di kanan sejajar dengan imam karena tak satupun dalil yang menuntunkan untuk mundur sedikit.

Adapun sebagian Syafiiyah dan Hanafiyah berpendapat bahwa ma’mum disunnahkan untuk mundur sedikit sekedar untuk membedakan antara imam dengan ma’mum. Meskipun tidak ada penjelasan dalilnya, adapun yang menjadi alasan pendapat yang demikian adalah :

Pertama, keumuman hadist tentang posisi dasar ma’mum berada di belakang imam, meskipun tetap harus berjajar di sebelah kanan imam. Jika sejajar persis, dikhawatirkan posisi ma’mum yang punya kaki dan telapak kaki lebih panjang dari imam akan memposisikan ma’mum berada di depan imam, dan tentu ini dilarang.
Kedua, dalam Hadist Riwayat Ahmad tentang Ibn Abbas di atas, Rasululloh hanya menanyakan kenapa Ibn Abbas tidak berjajar dengan beliau, lalu Rosululloh mendoakannya tanpa melarangnya. 
Ketiga, jika ma’mum sejajar, maka ma’mum berikutnya yang datang menyusul tidak bisa mengetahui apakah mereka sholat berjamaah atau sendiri sehingga jamaah masbuq yang datang menyusul tersebut bisa jadi berma’mum pada orang yang sedang berma’mum. 

Dari sinilah bisa dipahami kenapa sebagian besar jamaah memilih pendapat yang kedua yakni mundur sedikit sekedar untuk membedakan antara imam dengan ma’mum tanpa menghilangkan makna berjajar di samping kanan imam, meskipun pendapat pertama memiliki dalil yang lebih kuat dan jelas. Sebagai makhluk sosial yang beragama dan bertoleransi, sebaiknya kita lebih memahami dan menghargai perbedaan yang terjadi, justru hal tersebut sebagai motivasi dan penguat kita dalam menambah khasanah pengetahuan tentang Islam. Wallahu a’lam. Semoga Allah senantiasa menjaga kita dan menambah ilmu serta pemahaman kita semua. (Recha Try.red)

Sumber : H. Syakir Jamaluddin M.A/Addakwah

0 Comment:

Posting Komentar