SIAPAKAH MIRZA GHULAM AHMAD?
Oleh : Muhammad Ashim
"Beberapa waktu lalu,
marak pemberitaan di media massa tentang Jemaat Ahmadiyah. Berbagai
polemik muncul. Banyak media memberikan pembelaan terhadap Jemaat
Ahmadiyah yang berpusat di London ini, meski ia lahir di India.
Berbagai kalangan yang menisbatkan diri sebagai cendekiawan muslim,
ikut menyuarakan argumen pembelaan. Jaringan Islam Liberal (JIL), yang
di motori Ulil Abshar Abdalla, begandeng tangan dengan sejumlah aktivis
HAM dan sejumlah tokoh gereja, bahkan bermaksud mengajukan gugatan
kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) atas fatwa MUI yang menyatakan
Jemaat Ahmadiyah Qadiyan sesat dan agar segera dibekukan. Dan fatwa ini
ternyata bukan yang pertama bergulir. Sebelumnya sudah ada fatwa
dengan substansi yang sama.
Pembelaan
yang muncul, semua mengatas namakan HAM dan kebebasan beragama.
Santernya sikap pro ini, sempat memojokkan MUI, yang katanya bukan
sebagai otoritas yang berhak menghakimi kebenaran beragama. Sementara
itu, nayris tidak satupun media massa yang melakukan balance dalam
pemberitaan tersebut. Sungguh ironi.
Tulisan
berikut, bukan bermaksud mengupas mengenai Jemaat Ahmadiyah yang
tengah diperbincangkan tersebut. Banyak yang sudah membahas. Berikut
kami sajikan sisi lain. Yaitu mengenal sosok pencetus Jemaat Ahmadiyah
ini. Tidak lain, dia adalah Mirza Ghulam Ahmad. Siapakah dia
sebenarnya? Apakah anda mengenalnya?
Tulisan
ini kami angat dari Al-Qadiayaniah Dirasat Wa Tahlil, karya Syaikh
Ihsan Ilahi Zhahir, Idaratu Turjumani As-Sunnah, Lahore, Pakistan,
tanpa tahun. Meski hanya satu refensi yang kami jadikan pegangan, namun
buku yang dikarang oleh Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir ini merupakan buku
yang istimewa. Beliau, yang berkebangsaan Pakistan, sangat menguasai
dan memahami permasalahan tentang Ahmadiyah sebagaimana tertulis dengan
bahasa aslinya, yaitu bahasa Urdu. Rujukan beliau banyak bertumpu pada
karya-karya asli Jemaat Ahmadiyah, baik yang dikarang Mirza Ghulam
Ahmad atau para penerusnya.
KELUARGA GHULAM AHMAD
Dia menceritakan, namaku Ghulam Ahmad. Ayahku Atha Murthada. Bangsaku Mongol. (Kitab Al-Bariyyah, hal. 134, karya Ghulam Ahmad). Namun dalam kesempatan lain, ia mengatakan, keluargaku dari Mongol… tapi berdasarkan firman Allah, tampaknya keluargaku berasal dari Persia, dan aku yakin ini. Sebab tidak ada seorang pun yang mengetahui seluk-beluk keluargaku seperti pemberitaan yang datang dari Allah Ta’ala (Hasyiah Al-Arbain, no. 2 hal. 17, karya Ghulam Ahmad). Dia juga pernah berkata : “Aku membaca beberapa tulisan ayah dan kakek-kakekku, kalau mereka berasal dari suku Mongol, tetapi Allah mewahyukan kepadaku, bahwa keluargaku dari bangsa Persia” (Dhamimah Haqiqati Al-Wahyi, hal. 77, karya Ghulam Ahmad). Yang mengherankan, ia juga pernah mengaku sebagai keturunan Fathimah binti Muhammad [Tuhfah Kolart, hal. 29]
Dia menceritakan, namaku Ghulam Ahmad. Ayahku Atha Murthada. Bangsaku Mongol. (Kitab Al-Bariyyah, hal. 134, karya Ghulam Ahmad). Namun dalam kesempatan lain, ia mengatakan, keluargaku dari Mongol… tapi berdasarkan firman Allah, tampaknya keluargaku berasal dari Persia, dan aku yakin ini. Sebab tidak ada seorang pun yang mengetahui seluk-beluk keluargaku seperti pemberitaan yang datang dari Allah Ta’ala (Hasyiah Al-Arbain, no. 2 hal. 17, karya Ghulam Ahmad). Dia juga pernah berkata : “Aku membaca beberapa tulisan ayah dan kakek-kakekku, kalau mereka berasal dari suku Mongol, tetapi Allah mewahyukan kepadaku, bahwa keluargaku dari bangsa Persia” (Dhamimah Haqiqati Al-Wahyi, hal. 77, karya Ghulam Ahmad). Yang mengherankan, ia juga pernah mengaku sebagai keturunan Fathimah binti Muhammad [Tuhfah Kolart, hal. 29]
Begitulah,
banyak versi tentang asal-usul Mirza Ghulam Ahmad yang berasal dari
pengakuannya sendiri. Maha Benar Allah dengan firman-Nya.
“Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka menjumpai pertentangan yang banyak di dalamnya”
[ QS An-Nisa : 82 ]
Setelah
itu, ia menceritakan tentang ayahnya : “Ayahku mempunyai kedudukan di
kantor pemerintahan. Dia termasuk orang yang dipercaya pemerintah
Inggris. Dia pernah membantu pemerintah untuk memberontak penjajah
Inggris dengan memberikan bantuan pasukan dan kuda. Namun sesudah itu,
keluargaku mengalami krisis dan kemunduran, sehingga menjadi petani
yang melarat”
[1] [Tuhfah Qaishariyah, hal. 16, karya Ghulam Ahmad]
Dari
keluarga yang tidak jelas garis keturunan lagi melarat, Ghulam
dilahirkan. Dia berkisah ; “Aku dilahirkan pada tahun 1839M atau tahun
1840M di akhir masa Sikh di Punjab’ [Kitab Al-Bariyyah, hal. 134, karya
Ghulam Ahmad]
MASA KECIL GHULAM AHMAD DAN PENDIDIKANNYA
Tatkala mencapai usia tamyiz, ia mulai belajar sharaf, nahwu dan beberapa kitab berbahasa Arab, bahasa Persia dan ilmu pengobatan.
Tatkala mencapai usia tamyiz, ia mulai belajar sharaf, nahwu dan beberapa kitab berbahasa Arab, bahasa Persia dan ilmu pengobatan.
Dia
berkata : “Aku belajar Al-Qur’an dan kitab-kitab berbahasa Persia
dengan ustadz Fadhl Ilahi. Sedangkan sharaf dan nahwu serta ilmu
pengobatan, aku pelajari dari ustadz Fadhl Ahmad’. Hanya saja, sesuai
dengan keterangan Mahmud Ahmad, salah seorang anaknya di Koran Al-Fadhl
(5 Februari 1929), milik kelompok mereka, sebagian guru yang mengajar
Ghulam Ahmad adalah pecandu opium dan ganja.
Selain
itu, ia juga sempat mengenyam pembelajaran bahasa Inggris di sebuah
madrasah khusus untuk pegawai pemerintah. Satu atau dua buku bahasa
Inggris saja yang ia pelajari.
Pendidikan
masa kecil yang dijalani Mirza Ghulam Ahmad dengan model ini (baca :
yang sangat dangkal) menampakkan pengaruhnya dalam tulisan dan
ucapan-ucapannya. Kesalahan-kesalahannya tidak hanya terjadi pada
masalah-masalah yang pelik, tetapi juga terlihat pada perkara-perkara
yang sederhana. Misalnya, ia pernah berkata : “Sesungguhnya saat
Rasulullah dilahirkan, beberapa hari kemudian ayahnya meninggal”
(Baigham Shulh, hal. 19, karya Ghulam Ahmad). Padahal ayah beliau
meninggal dunia ketika beliau masih di dalam kandungan ibunya.
Contoh
kekeliruan lainnya dalam kitabnya, Ainul Ma’rifah, hal. 286, Mirza
Ghulam Ahmad menjelaskan, bahwa Rasulullah mempunyai sebelas anak dan
semuanya meninggal. Padahal yang benar berjumlah enam orang.
Pada
waktu itu, keberanian merupakan ciri khas orang-orang yang mulia
(bangsawan). Tetapi orang yang mengaku sebagai “Al-Masih” ini tidak
pernah masuk dalam peperangan, tidak belajar ilmu-ilmu keperwiraan, yang
dahulu dianggap oleh masyarakat sebagai sebuah kemuliaan dan sikap
kesatria.
PENYAKIT-PENYAKIT YANG DIDERITANYA
Berbicara tentang penderitaan fisik (baca : penyakit) yang dialaminya sangat banyak. Tangan kanannya patah sehingga untuk mengangkat sebuah teko pun tidak mampu. (Sirah Al-Mahdi, 1/198). Dia pernah menderita penyakit TBC dan diobati selama kurang lebih enam bulan (Hayatu Ahmad, 1/79). Dia juga pernah mengakui ditimpa dua penyakit. Di bagian atas tubuh, yaitu kepala yang sering pusing dan dibagian bawah, yaitu kencing yang berlebihan. (Haqiqatul Wahyi, hal. 206, karya Ghulam Ahmad). Pusing kepalanya ini sering mengganggunya. Kadang menyebabkannya terjatuh sehingga pingsan. Oleh karena itu, ia sering tidak berpuasa pada bulan Ramadhan yang ia jumpai.
Berbicara tentang penderitaan fisik (baca : penyakit) yang dialaminya sangat banyak. Tangan kanannya patah sehingga untuk mengangkat sebuah teko pun tidak mampu. (Sirah Al-Mahdi, 1/198). Dia pernah menderita penyakit TBC dan diobati selama kurang lebih enam bulan (Hayatu Ahmad, 1/79). Dia juga pernah mengakui ditimpa dua penyakit. Di bagian atas tubuh, yaitu kepala yang sering pusing dan dibagian bawah, yaitu kencing yang berlebihan. (Haqiqatul Wahyi, hal. 206, karya Ghulam Ahmad). Pusing kepalanya ini sering mengganggunya. Kadang menyebabkannya terjatuh sehingga pingsan. Oleh karena itu, ia sering tidak berpuasa pada bulan Ramadhan yang ia jumpai.
[Sirah Al-Mahdi, 1/51 karya anaknya]
Dia
juga mengalami gangguan syaraf, ingatan buruk tidak tergambarkan. Dua
matanya sangat lemah. Anaknya menceritakan, bahwa Mirza Ghulam Ahmad
pernah ingin berphoto bersam murid-muridnya. Pemotret memintanya untuk
membuka matanya sedikit saja, agar gambar menjadi baik. Dia pun
berusaha dengan susah payah, tetapi gagal.
[Sirah Al-Mahdi, 2/77]
Sebagaimana pengakuannya sendiri di dalam harian Al-Hakam, 31 Oktober 1901M, otaknya juga mengalami kelemahan.
PERMULAAN KETENARAN DAN DAKWAHNYA
Permulaan ketenarannya dimulai dengan seolah-olah membela Islam. Setelah ia meninggalkan pekerjaan kantornya, ia mulai mempelajari buku-buku India Nasrani, sebab pertentangan dan perdebatan pemikiran begitu santer terjadi antara kaum Muslimin, para pemuka Nasrani dan Hindu. Kebanyakan kaum Muslimin sangat menghormati orang-orang yang menjadi wakil Islam dalam perdebatan tersebut. Segala fasilitas duniawi pun diberikan kepadanya. Ghulam Ahmad berfikir, bahwa pekerjaan itu sangat sederhana dan mudah, mampu mendatangkan materi lebih banyak dari pendapatannya saat bekerja di kantor.
Permulaan ketenarannya dimulai dengan seolah-olah membela Islam. Setelah ia meninggalkan pekerjaan kantornya, ia mulai mempelajari buku-buku India Nasrani, sebab pertentangan dan perdebatan pemikiran begitu santer terjadi antara kaum Muslimin, para pemuka Nasrani dan Hindu. Kebanyakan kaum Muslimin sangat menghormati orang-orang yang menjadi wakil Islam dalam perdebatan tersebut. Segala fasilitas duniawi pun diberikan kepadanya. Ghulam Ahmad berfikir, bahwa pekerjaan itu sangat sederhana dan mudah, mampu mendatangkan materi lebih banyak dari pendapatannya saat bekerja di kantor.
Untuk
mewujudkan gagasan yang terlintas dalam benaknya, maka pertama kali
yang ia lakukan ialah menyebarkan sebuah pengumuman yang menentang
agama Hindu. Berikutnya, ia menulis beberapa artikel di beberapa media
massa untuk mematahkan agama Hindu dan Nasrani. Kaum Muslimin pun
akhirnya memberikan perhatian kepadanya. Itu terjadi pada tahun
1877-1878M.
Pada
gilirannya, ia mengumumkan telah memulai proyek penulisan buku
sebanyak lima puluh jilid, berisi bantahan terhadap lontaran-lontaran
syubhat yang dilontarkan oleh kaum kuffar terhadap Islam. Oleh karena
itu, ia mengharapkan kaum Muslimin mendukung proyek ini secara material.
Sebagian besar kaum Muslimin pun tertipu dengan pernyataannya yang
palsu, bahwa ia akan mencetak kitab yang berjumlah lima puluh jilid.
Sejak
itu pula, ia menceritakan beberapa karomah (hal-hal luar biasa) dan
kusyufat tipuan yang ia alami. Sehingga orang-orang awam menilainya
sebagai wali Allah, tidak hanya sebagai orang yang berilmu saja.
Orang-orang pun bersegera mengirimkan uang-uang mereka yang begitu besar
kepadanya guna mencetak kitab yang dimaksud.
[Majmu’ah I’lanat Ghulam Al-Qadiyani, 1/25]
Volume
pertama buku yang ia janjikan terbit tahun 1880M, dengan judul Barahin
Ahmadiyah. Buku ini sarat dengan propaganda dan penonjolan karakter
penulisnya. Cerita tentang alam ghaib yang berhasil ia ketahui, juga
berisi karomah dan kusyufatnya.
Kitab-kitab
volume berikutnya pun bermunculan. Namun, tatkala sampai kepada
masyarakat, mereka keheranan, karena mendapat isi buku tersebut tidak
seperti yang dikatakan penulis pertama kali, yaitu bantahan terhadap
agama Hindu dan Nasrani, tetapi justru dipenuhi dengan cerita-cerita
tentang karamah dan sanjungan terhadap kolonialis Iggris.
Dari
sini, masyarakat kemudian mengetahui, ternyata lelaki ini hanyalah
seorang pendusta dan pencuri harta manusia. Buku yang telah diterbitkan
hanya untuk mendapatkan popularitas dan memanfaatkan kaum Muslimin,
menguras harta mereka, bukan untuk membela Islam. Apalagi setelah kaum
Muslimin menemukan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
Islam dalam buku yang ia terbitkan tersebut.
Banyak
para ulama yang mendapat informasi, bahwa lelaki itu, sebenarnya tidak
mempunyai keinginan, kecuali untuk membuat sebuah toko semata. Andai
ada orang lain yang mampu membayarnya dengan jumlah yang lebih besar,
maka ia akan mendukungnya, meskipun dengan melakukan pelanggaran
terhadap Islam. Dan memang seperti itulah yang dikatakan oleh para
ulama. Sebab, pada waktu itu, penjajah Inggris membutuhkan orang yang
dapat memporak-porandakan kekuatan kaum Muslimin. Sehingga sang
penjajah ini mencari orang dari kalangan kaum Muslimin untuk diperalat.
Tatkala sudah mendapatkannya, kolonial ini akan memanfaatkan
semaksimal mungkin. Demikian yang terjadi dengan Mirza Ghulam Ahmad.
Oleh karena itu, ia penuhi kitab volume ketiganya dengan pujian-pujian
kepada kolonialis Inggris.
Perhatikan pengakuannya dalam volume tersebut, tatkala ia menghadapi penentangan dari kaum Muslimin
Dia
menyatakan, ada sebagian orang dari kalangan kaum Muslimin yang
menulis kepadaku, mengapa engkau memuji penjajah Inggris dalam volume
ketiga? Mengapa engkau berterima kasih kepada pemerintah Inggris?
Sebagian kaum muslimin mencaci-maki dan mecelaku karena sanjungan ini.
Hendaknya setiap orang mengetahui, bahwa aku tidak memuji pemerintah
Inggris, kecuali berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah. [Barahin
Ahmadiyah, vol.4]
Ringkasnya,
penjajah telah memanfaatkannya dengan memberikan segala yang berharga
untuknya karena pengkhianatannya kepada agama dan umat Islam. Persis
seperti ayahnya yang dahulu juga berkhianat, tetapi kepada negeri India
dan penduduknya.
Pada
tahun 1885M, ia memproklamirkan diri sebagai mujaddid dengan mendapat
bantuan dan dukungan penuh dari penjajah. Enam tahun berikutnya, tahun
1891M, ia mengklaim diri sebagai Imam Mahdi. Pada tahun itu juga, ia
mengaku sebagai Al-Masih. Dan klimaksnya pada tahun 1901M, ia
mendeklarasikan statusnya sebagai nabi yang mandiri, dan lebih mulia
dari seluruh pada nabi dan rasul.
Sebagian
ulama dapat mendeteksi keinginannya sebelum ia mengaku sebagai nabi
(palsu). Tetapi dengan segera ia mencoba menepisnya dengan berkata :
“Aku juga beraqidah Ahlus Sunnah. Aku berkeyakinan Muhammad adalah
penutup para nabi. Barangsiapa mengaku sebagai nabi, maka ia kafir,
pendusta. Karena aku beriman bahwa risalah itu bermula dari Adam dan
berakhir dengan kedatangan Rasulullah Muhammad” [Pernyataan Ghulam
Ahmad pada 12 Oktober 1891 yang terdapat dalam kitab Tabligh Risalah,
2/2]
Kemudian
dengan bisikan dari penjajah ia mengatakan untuk mengecoh : “Aku bukan
nabi, tetapi Allah menjadikannku orang yang diajak bicara (kalim),
untuk memperbaharui agama Al-Musthafa (Muhammad)” [Mir-atu Kamalati
Al-Islam, hal. 383]
Keterangan
lain darinya ; “Aku bukan nabi yang menyerupai Muhamamd atau datang
dengan ajaran yang baru. Justru yang ada dalam risalahku, aku adalah
nabi yang mengikutinya (nabiyyun muttabi)”
[Tatimmah Haqiqati Al-Wahyi, hal. 68, karya Ghulam Ahmad]
Dia
juga mengatakan ;” Demi Allah yang ruh-ku berada di genggaman-Nya,
Dialah yang mengutusku dan menyebutku sebagai nabi…. Aku akan
memperlihatkan kebenaran pengakuanku dengan mukjizat-mukjizat yang
jumlahnya tidak kurang dari tiga ratus ribu mukjizat”
[Tatimmah Haqiqati Al-Wahyi, hal. 68, karya Ghulam Ahmad]
Coba
perhatikan pernyataan-pernyataannya. Dia betul-betul berusaha mengecoh
kaum Muslimin. Padahal sebelumnya, ia mengatakan :”Siapa saja yang
mengklaim diri sebagai nabi setelah Muhammad, berarti ia saudara
Musailamah Al-Kadzdzab, kafir lagi busuk” (Anjam Atsim, hal. 28, karya
Ghulam Ahmad). Dia juga mengatakan : “Kami melaknat orang-orang yang
mengaku sebagai nabi setelah Muhammad” [Tabligh Risalah, 26/2]
Perlu
juga disebutkan, kitab yang ia janjikan berjumlah lima puluh jilid,
tidak ia selesaikan kecuali lima jilid saja. Sehingga ketika ditanya
oleh para donatur, ia menjawab : “Tidak ada bedanya antara angka lima
dan lima puluh, kecuali pada nolnya saja” [Muqaddimah Barahin
Ahmadiyah, 5/7, karya Ghulam Ahmad]
__________
Foote Note
[1]. Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir, penulis kitab Al-Qdiayaniyah, Dirasat Wa Tahtil mengatakan, hal itu kemungkinan lantaran pengkhianatannya kepada penduduk pribumi dan kerjasamanya dengan kekuatan kolonialis yang aniaya lagi kafir. (hal. 103)
Foote Note
[1]. Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir, penulis kitab Al-Qdiayaniyah, Dirasat Wa Tahtil mengatakan, hal itu kemungkinan lantaran pengkhianatannya kepada penduduk pribumi dan kerjasamanya dengan kekuatan kolonialis yang aniaya lagi kafir. (hal. 103)
CACIAN-CACIAN MIRZA GHULAM AHMAD KEPADA SETERUNYA
Dia pernah mengatakan, melalui “wahyu” yang konon diterimanya, bahwa salah seorang seterunya akan mati pada waktu tertentu. Tetapi ternyata, seteru yang ia sebutkan tidak mati. Maka para ulama pun menyanggahnya dengan mengatakan : “Engkau katanya nabi, tidak berbicara kecuali dengan wahyu. Bagaimana mungkin janji Allah tidak tepat?”
Dia pernah mengatakan, melalui “wahyu” yang konon diterimanya, bahwa salah seorang seterunya akan mati pada waktu tertentu. Tetapi ternyata, seteru yang ia sebutkan tidak mati. Maka para ulama pun menyanggahnya dengan mengatakan : “Engkau katanya nabi, tidak berbicara kecuali dengan wahyu. Bagaimana mungkin janji Allah tidak tepat?”
Menanggapi
bantahan dari para ulama ini, Mirza Ghulam Ahmad bukannya memberi
jawaban dengan bukti dan dalil, tetapi justru melontarkan cacian :
“Orang-orang yang menentangku, mereka lebih najis dari babi” [Najam
Atsim, hal. 21, karya Ghulam Ahmad]
Cacian-cacian
lain yang keluar dari Mirza Ghulam Ahmad ini sudah sangat keterlaluan.
Sebab orang-orang umum saja tidak akan sanggup mengatakannya.
Sang
anak, Mahmud Ahmad bin Ghulam pernah mendengar ada orang yang mencaci
orang lain dengan sebutan “hai anak haram”, maka ia (Mahmud Ahmad)
mengatakan : “Orang seperti ini, pada masa Umar dihukum pidana pukul
karena melakukan qadzaf (tuduhan zina). Tetapi sekarang, dapat di
dengar seseorang mencela orang lain dengan celaan itu, namun mereka
tidak bereaksi. Seolah-olah celaan ini tida ada artinya di mata mereka”
[Khutbah Al-Jum’ah, Mahmud Ahmad bin Ghulam, Koran Al-Fadhl, 13
Februari 1922M]
Tetapi
ironisnya, ayahnya justru pernah mencela seorang ulama dengan ucapan
“hai anak pelacur”. (Najim Atsim, hal. 228, karya Ghulam Ahmad).
Mengacu kepada pernyataan Mahmud Ahmad, bukankah berarti Mirza Ghulam
ini pantas untuk dihukum pukul? Dan ucapan itu tidak hanya terjadi
sekali atau dua kali, tetapi sangat sering dilontarkan ayahnya “sang
mujaddid akhlak”.
Contoh
lainnya, di dalam khutbahnya, ia pernah menyampaikan : “Itu adalah
kitab. Akan dilihat oleh setiap muslim dengan penuh kecintaan dan
sayang serta ia mendapatkan manfaat darinya. Dia akan menerima dan
membenarkan dakwahku, kecuali keturunan-keturunan para pelacur yang
telah Allah kunci hati mereka. Mereka tidak akan menerima” [Mir’atu
Kamalati Al-Islam, hal. 546, karya Ghulam Ahmad]
Begitulah contoh akhlak Mirza Ghulam Ahmad. Semoga kita terlindung dari perbuatan tercela.
KOMENTAR MIRZA GHULAM AHMAD TERHADAP RASULULLAH MUHAMMAD
Banyak orang yang celaka muncul di muka bumi karena mencela para rasul, tetapi tidak banyak yang sekaliber Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikutnya, dalam mencela para rasul, “mencuri” kenabian. Allah berfirman.
Banyak orang yang celaka muncul di muka bumi karena mencela para rasul, tetapi tidak banyak yang sekaliber Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikutnya, dalam mencela para rasul, “mencuri” kenabian. Allah berfirman.
“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang mengadakan kedustaan terhadap Allah …”
[Al-An’am : 93]
Dia
mengklaim sebagai nabi dan rasul-Nya, seperti yang dilakukan oleh
Musailamah dan Al-Aswad An-Ansi. Langkah berikutnya, ia mengaku sebagai
orang yang paling utama dari dari seluruh nabi dan rasul. Sebagaimana
ia menyatakan dirinya telah dianugerahi segala yang telah diberikan
kepada seluruh para nabi (Durr Tsamin, hal. 287-288, karya Ghulam
Ahmad). Dalam pernyataan yang lain, ia mengatakan, sesungguhnya Nabi
(Muhammad) mempunyai tiga ribu mukjizat saja. “Sedangkan aku memiliki
mukzijat lebih dari satu juta jenis”, kata Ghulam Ahmad”
[Tadzkirah Asy-Syahadatain, hal. 72, karya Ghulam Ahmad]
Di
lain tempat, katanya, Islam muncul bagaikan perjalanan hilal (bulan,
dari kecil), dan kemudian ditaqdirkan mencapai kesempurnaannya di abad
ini menjadi badr (bulan pernama), dengan dalil (menurutnya)…. (Khutbah
Al-Hamiyah, hal. 184, karya Ghulam Ahmad), sebuah tafsiran yang kental
nuansa tahrifnya (penyelewengan), layaknya perlakuan kaum Yahudi
terhadap Taurat. Sebuah makna yang tidak dikehendaki Allah, tidak
pernah disinggung Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ataupun terbetik di
benak salah seorang sahabat, para imam dan ulama tafsir. Demikian
salah satu trik untuk merendahkan kedudukan Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Salah
seorang juru dakwah mereka, juga tidak ketinggalan ikut membeo
merendahkan martabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
mengatakan : “Sesungguhnya Muhammad pernah sekali datang kepada kami.
Pada waktu itu, beliau lebih agung dari bi’tsah yang pertama. Siapa saja
yang ingin melihat Muhammad dengan potretnya yang sempurna, hendaknya
ia memandang Ghulam Ahmad di Qadian” [Koran milik Qadiyaniah, Badr, 25
Oktober 1902M]
KRITIK SANG NABI PALSU TERHADAP BEBERAPA NABI
Mirza Ghulam Ahmad pernah berkomentar tentang Nabi Isa : “Sesungguhnya Isa tidak mampu mengatakan dirinya sebagai orang shalih. Sebab orang-orang mengetahui kalau dia suka minum-minuman keras dan perilakunya tidak baik” [Hasyiyah Sitt Bahin, hal. 172, karya Ghulam Ahmad]
Mirza Ghulam Ahmad pernah berkomentar tentang Nabi Isa : “Sesungguhnya Isa tidak mampu mengatakan dirinya sebagai orang shalih. Sebab orang-orang mengetahui kalau dia suka minum-minuman keras dan perilakunya tidak baik” [Hasyiyah Sitt Bahin, hal. 172, karya Ghulam Ahmad]
Komentar
miring lainnya, menurutnya, Isa cenderung menyukai para pelacur.
Karenanya nenek-neneknya adalah termasuk pelacur [Dhamimah Anjam Atsim,
Hasyiyah, hal. 7, karya Ghulam Ahmad]
Anehnya,
meski perkataan yang keluar dari mulutnya sangat kotor, tetapi
ternyata Mirza Ghulam Ahmad “bersabda” dalam hadits palsunya :
“Sesungguhnya celaan, makian, bukan perangai orang-orang shidiq. Dan
orang yang beriman, bukanlah orang yang suka melaknat” [Izalatul Auham,
hal. 66]
CACIAN MIRZA GHULAM AHMAD KEPADA PARA SAHABAT
Para sahabat pun tidak lepas dari cercaan yang dilancarkan Ghulam Ahmad. Termasuk penghulu para remaja/pemuda di surga kelak, yaitu Hasan, Husain, juga Abu Bakar dan Umar
Para sahabat pun tidak lepas dari cercaan yang dilancarkan Ghulam Ahmad. Termasuk penghulu para remaja/pemuda di surga kelak, yaitu Hasan, Husain, juga Abu Bakar dan Umar
Mirza
Ghulam Ahmad ini mengataan : “Orang-orang mengatakan aku lebih utama
dari Hasan dan Husain. Maka aku jawab, ‘Itu benar. Aku lebih utama dari
mereka berdua. Dan Allah akan menunjukkan keutamaan ini” [I’jaz
Ahmadi, hal. 58, karya Ghulam Ahmad]
Salah
seorang anaknya dengan congkak berkata : “Dimana kedudukan Abu Bakar
dan Umar (tidak ada apa-apanya) bila dibandingkan dengan kedudukan
Mirza Ghulam Ahmad? Mereka berdua saja tidak pantas untuk membawa
sandalnya” [Kitab Al-Mahdi, Pasal 304, hal. 57, karya Muhammad Husain
Al-Qadiyani]
Tentang
Abu Hurairah, Ghulam Ahmad mengatakan : “Abu Hurairah orang yang
dungu. Dia tidak memiliki pemahaman yang lurus” [I’jaz Ahmadi, hal.
140]
Perhatikan!
Padahal ia sendirilah orang yang dungu, lagi bodoh. Lihat pengakuannya
: “Sesungguhnya ingatanku sangat buruk. Aku lupa orang-orang yang
sering menemuiku” [Maktubat Ahmadiyah, hal. 21]
KEMATIAN MIRZA GHULAM AHMAD
Menyaksikan sepak terjangnya yang kian menjadi, maka para ulama saat itu berusaha menasehati Mirza Ghulam Ahmad, agar ia bertaubat dan berhenti menyebarkan dakwahnya yang sesat. Nasihat para ulama ternyata tidak membuahkan hasil. Dia tetap bersikukuh tidak memperdulikan. Akhirnya, para ulama sepakat mengeluarkan fatwa tentang kekufurannya. Di antara para ulama yang sangat kuat menentang dakwah Mirza Ghulam Ahmad, adalah Syaikh Tsanaullah.
Menyaksikan sepak terjangnya yang kian menjadi, maka para ulama saat itu berusaha menasehati Mirza Ghulam Ahmad, agar ia bertaubat dan berhenti menyebarkan dakwahnya yang sesat. Nasihat para ulama ternyata tidak membuahkan hasil. Dia tetap bersikukuh tidak memperdulikan. Akhirnya, para ulama sepakat mengeluarkan fatwa tentang kekufurannya. Di antara para ulama yang sangat kuat menentang dakwah Mirza Ghulam Ahmad, adalah Syaikh Tsanaullah.
Mirza
Ghulam Ahmad sangat terusik dengan usaha para ulama yang
mengingatkannya. Akhirnya dia mengirimkan surat kepada Syaikh
Tsanaullah. Dia meminta agar suratnya ini dimuat dan disebarkan di
majalah milik Syaikh Tsanaullah.
Di
antara isi suratnya tersebu, Mirza Ghulam Ahmad tidak menerima gelar
pendusta, dajjal yang diarahkan kepadanya dari para ulama masa itu.
Mirza Ghulam Ahmad menganggap dirinya, tetap sebagai seorang nabi, dan
ia menyatakan bahwa para ulama itulah yang pendusta dan penghambat
dakwahnya.
Sang nabi palsu ini menutup suratnya dengan do’a sebagai berikut :
“Wahai
Allah Azza wa Jalla Yang Maha Mengetahui rahasia-rahasia yang
tersimpan di hati. Jika aku seorang pendusta, pelaku kerusakan dalam
pandangan-Mu, suka membuat kedustaan atas nama-Mu pada waktu siang dan
malam hari, maka binasakanlah aku saat Ustadz Tsanaullah masih hidup,
dan berilah kegembiraan kepada para pengikutnya dengan sebab kematianku.
Wahai
Allah ! Dan jika saya benar, sedangkan Tsanaullah berada di atas
kebathilan, pendusta pada tuduhan yang diarahkan kepadaku, maka
binasakanlah dia dengan penyakit ganas, seperti tha’un, kolera atau
penyakit lainnya, saat aku masih hidup. Amin”
Begitulah
bunyi do’a Mirza Ghulam Ahmad. Sebuah do’a mubahallah. Dan benarlah,
do’a yang ia tulis dalam suratnya tersebut dikabulkan oleh Allah Azza
wa Jalla. Yakni 13 bulan lebih sepuluh hari sejak do’anya itu, yaitu
pada tanggal 26 bulan Mei 1908M, Mirza Ghulam Ahmad ini dibinasakan
oleh Allah Azza wa Jalla dengan penyakit kolera, yang dia harapkan
menimpa Syaikh Tsanaullah. Di akhir hayatnya, saat meregang nyawa, dia
sempat mengatakan kepada mertuanya : “Aku terkena penyakit kolera”. Dan
setelah itu, omongannya tidak jelas lagi sampai akhirnya meninggal.
Sementara itu, Syaikh Tsanaullah masih hidup sekitar empat puluh tahun
setelah kematian Mirza Ghulam Ahmad.
Meski
kematian telah menjemput Mirza Ghulam Ahmad, tetapi bukan berarti
ajarannya juga ikut mati?. Ternyata kian tersebar di tengah masyarakat.
Karenanya, sebagai seorang muslim, hendaklah lebih berhati-hati, agar
tidak terjerat dengan berbagai ajaran sesat.
Ya,
Allah. Perlihatkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai sebuah
kebenaran, dan berilah kami kekuatan untuk melakukannya. Ya, Allah.
Perlihatkanlah kepada kami kebatilan sebagai sebuah kebatilan, dan
berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.
[Sumber
Al-Qadiayaniyah Dirasat Wa Tahtil, karya Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir,
Idarati Turjuman As-Sunnah, Lahore Pakistan, tanpa tahun]
[Disalin
dari Majalah As-Sunnah Edisi Khusus/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton – Gondangrejo Solo, 57183]"
Copy from http://abufarras.blogspot.com/2010/12/siapakah-mirza-ghulam-ahmad.html
oh,,,
BalasHapus